Menumbuhkan Kembali Semangat Kartini


Sosok seorang Kartini selalu menginspirasi. Bukan hanya semangatnya dalam memperjuangkan kaum hawa untuk berdaya. Pemikirannya yang menginisiasi emansipasi di negeri ini rupanya membuka kran demokrasi menjadi lebih paripurna. Hak untuk mengenyam pendidikan memang tidak seharusnya hanya dinikmati kaum adam, sementara kaum hawa terasa terintimidasi, begitulah kultur pada era dimana Kartini memperjuangkan hal tersebut . Semangat, intelektualitas, dan daya juang Kartini rupanya tak sia-sia, hingga kini nama Kartini tetap dikenang sebagai salah satu pahlawan perempuan di bumi Ibu Pertiwi. Hasil perjuangan beliau hingga kini dampaknya dapat dirasakan para kaum hawa. Keberadaan perempuan lebih diperhitngkan tidak hanya dalam hal pendidikan, namun juga pada lingkung yang lebih beragam seperti dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, hukum, hingga perpolitikan.

Seyogyanyalah para perempuan Indonesia tak melupakan jasa seorang pejuang yang dalam sebuah lagu disanjung sebagai sosok yang harum namanya. Era Ibu Kartini telah berlalu dan era saat ini bukanlah era yang miskin tantangan, justru saat inilah perempuan Indonesia diuji dengan berbagai dinamika global yang arusnya begitu deras. Berbagai isu perempuan seperti pelecehan seksual, prostitusi, kekerasan dalam rumah tangga, trafiking (perdagangan perempuan), dan masih banyak lagi kasus dimana perempuan menjadi victim (korban) tentu membuka mata kita bahwa tugas seorang Kartini tidaklah berhenti. Semangat Kartini haruslah diwarisi oleh generasi Perempuan di seluruh negeri ini.

Jika berbicara Kartini, maka kerap hubungannya dengan emansipasi. Emansipasi menjadi alat untuk memperjuangkan hak perempuan akibat suatu diskriminasi. Diskriminasi ini tentu dipandang sebagai hal yang merugikan perempuan. Walaupun Indonesia sejak 1980 telah menandatangani Konvensi CEDAW (Convension on Elimination of All Forms of Discrimination Against Woman) atau lebih dikenal dengan Konvensi Perempuan (Woman’s Convension) agar perempuan mendapatkan hak dan kebebasan dasarnya dan untuk menghapukan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, nyatanya hal ini juga masih belum bisa menuntaskan masalah diskriminasi terhadap perempuan.

Sorotan tajam sebenarnya adalah saat sistem patriarkhi menyebabkan diskriminasi sehingga hak perempuan seakan dikebiri sehingga perempuan tidak memiliki akses terhadap keadilan (acces to justice). Perempuan sebagai makhluk yang dianggap lemah sering sekali menjadi korban berbagai perlakuan yang tak manusiawi. Kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat sebagaimana ditangani LBH-APIK Jakarta yaitu dari tahun 1996 dengan 90 kasus hingga 1046 kasus pada tahun 2005 baik kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pelecehan, pencabulan, serta incest. Hal ini lah yang menjadi PR Kartini-Kartini saat ini.

Islam sesungguhnya telah mengangkat harkat dan martabat perempuan, bahkan dalam Al-Qur’an Karim disebutkan nama salah satu surah yang bermakna "perempuan yaitu Surah ke empat, An-Nisa. Jika diskriminasi itu dipandang sebagai hal yang sangat merugikan pada masa kini, sebenarnya hal tersebut juga telah disuarakan oleh para sahabiayah dahulu. Keluhan para sahabiyah kepada Rasulullah terhadap kecemburuan mereka terhadap para kaum Adam yang diberikan kemampuan beribadah secara penuh tanpa suatu udzur sebagaimana dialami oleh kaum Hawa. Kekhawatiran mereka terhadap pahala yang akan diberikan Allah pada mereka yang tak sebanding dengan pahala kaum Adam. Sampai Rasulullah menenangkan hati mereka dengan menjelaskan bahwa ketaatan pada suami akan menjadikan ibadah perempuan tersebut sebanding dengan suaminya. Sungguh sangat mulai kecemburuan perempuan pada masa itu. Namun berbeda pada masa kini bahwa dengan diskriminasi ini perempuan justru menuntut hak yang benar-benar sama dengan laki-laki sehingga terkadang justru berdampak pada hilangnya hak perempuan itu sendiri. 

Perempuan adalah makhluk yang diciptakan dengan segala keistimewaannya. Perempuan memang berbeda dengan laki-laki. Perempuan boleh memperjuangkan hak dan keadilan, dengan tidak melampaui batas kewajaran. Diskriminasi yang merugikan perempuan, haruslah menuai kecaman tapi tidak berarti perempuan bersikap angkuh dan tidak mengindahkan kodrat yang telah tersemat padanya. Kartini sebagai icon perempuan masa kini, beliau adalah sososk cerdas dan bermartabat. Perjuangan beliau adalah perjuangan untuk memperoleh hak yang seharusnya diperoleh perempuan dan menjunjung tinggi martabat sebagai insan yang tetap pada suatu kodrat yang melekat, Perempuan.(izg/21/04/2017)

Tidak ada komentar