Berubah Atau Mati Dalam Arus?


Oleh: Ifa Darna Nilasari


Sehangat fajar yang menyingkap malam, mengantongi mimpi mulia sang pejuang jihad, menyampaikan pada hari yang menuntut perwujudannya. Sebab mengapa napas masih berhembus adalah untuk sebuah perubahan, jika tak berubah maka tak perlulah hidup. Jika ingin hidup maka berubahlah. Semurni niat sekuat tekad, manusia tanpa perubahan bak patung hidup. Ia bergerak namun tak berjiwa. Berbuat namun tak terarah, seperti terapung tanpa tahu dimana ia akan bermuara. Tanpa ada tujuan. Perubahan sejati adalah peningkatan menuju tingkat yang lebih baik. Tak usah membahas ‘baik’ itu seperti apa, bahwa definisi ‘baik’ itu berbeda untuk setiap orang. Tak usah! Karena cukup dengan kata ‘baik’ saja pasti seseorang yang berpikir akan tertuntun pada kebenaran yang kembali pada fitrahnya, kembali pada nuraninya. Perubahan merupakan magnet yang membuat manusia memiliki daya pikat tinggi. Tentu saja, manusia merupakan makhluk mulia yang dianugerahi akal untuk berpikir, untuk bercita-cita, untuk berharapan dan untuk menyusun strategi mewujudkannya.

Sesejuk udara pagi seharum kuncup mawar harapan, tebarkan salam rindu perubahan dari kita. Seorang yang mendapat kepercayaan sebagai 'penentu masa depan', seorang yang di hatinya nyeri akan keadaan yang tengah tersedu, seseorang yang otaknya berpikir guna mengatur strategi dan dengan tangannya akan tersulam peradaban bak harapan leluhur. Peradaban madani, peradaban gemilang. Itulah kita, sang agent of changes -katanya. Sejauh mata memandang harapan sehalus tutur kata, bicara mengenai perubahan adalah bicara mengenai kesungguhan. Bagaimana niat tanpa kesungguhan akan melahirkan ‘terwujudnya harapan’? Mengawali dan melanjutkan perubahan sama sulitnya. Membangun harapan, memperkuat niat dan menjaga bara tekad membutuhkan ‘energi’ yang bukan main-main. Hanya kepercayaan yang mampu memberikan keberanian untuk menatap jauh menuju target. Maka mari mulai! Rajut mimpi dan tapaki jalan yang kadang tak selalu mulus lalu bergerak walau dengan merangkak! Karena sejatinya dengan bergerak, jarak harapan dengan takdir akan semakin dekat.

Seterjal tebing sekencang angin berhembus, derasnya arus dari berbagai arah yang mencoba menggoyahkan langkah seringkali menjadi alasan berhenti mengemban misi perubahan. Mencoba mengurung tekad lalu menjatuhkan diri dalam zona nyaman yang semu. “Tak usahlah sekeras itu berusaha, cukup ikuti air yang mengalir hingga membawa diri pada suka yang ada!” Namun sayang, godaan semacam itu tidak akan membuat kita menoleh lalu mengubah haluan! Seputih kasih-Nya setinggi kuasa-Nya, apa yang membuat Bilal dari seorang budak menjadi muadzin dua masjid termulia di muka bumi? Bukankah itu karena perubahannya? Apa yang membuat Sayyidina Umar yang berambisi membunuh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pada akhirnya menjadi seorang khalifah? Bukankah itu karena perubahannya? Bahwa yang terbaik di masa jahiliyah telah menjadi yang terbaik di masa keIslaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Bukankah itu karena perubahannya? Keyakinan yang menuntun untuk menggerakkan kemauan bergerak menuju perubahan dan berjalan mendekat untuk lebih memahami ajaran-Nya yang suci. Ajaran yang sesuai dengan fitrah. Seberkas cahaya mengusik retina, mempertajam hati dalam melihat, sejatinya siapa yang membutuhkan perubahan? Semua mata seharusnya mampu membedakan antara yang benar dan yang terlihat benar, antara yang baik dan yang terlihat baik, antara yang berjuang dan yang terlihat berjuang namun sebenarnya hanya untuk meraih popularitas. Yang sadar dan yang harus lebih disadarkan, yang tahu dan yang harus lebih diberitahu, yang paham dan yang harus lebih dipahamkan. Melawan kehendak hati dengan menghilangkan kesadaran, pengetahuan dan pemahaman merupakan cacian terburuk yang dilemparkan pada mimpi.

Mari mencoba menjadi yang mengawali, merangkul dan memperjuangkan bersama untuk kebersamaan yang lebih baik. Sepertinya menyenangkan kala membayangkan hidup dengan memandang sore di atas kursi goyang sembari meminum secangkir teh? Berkumpul dengan keluarga yang di wajahnya tengah dihiasi senyum. Damai. Namun saat ini belum saatnya untuk menikmati, mari menanam terlebih dahulu. Menyelaraskan langkah menuju perubahan yang menawarkan peradaban unggul. Peradaban yang tidak dihasilkan dari orang yang hanya berpangku tangan dengan mengandalkan ‘yang sudah ada’. Kerasnya usaha akan membuahkan hasil yang sempurna, bahwa tidak ada hasil yang mengkhianati usaha dan setiap proses, kita harus yakin itu! Kegelisahan yang menghujam begitu dalam terkadang membuat air mata jatuh begitu saja. Ketika tak ada lagi kata yang dapat menggambarkan kekecewaan, menangis! Namun jangan lengah, semoga ke-putus asa-an turut mengalir bersama butir-butir keprihatinan yang tertumpahkan dari mata yang suci.

Seluas kesabaran setegar jiwa, dari manakah mengawali sebuah perubahan dalam keadaan yang menuntut perubahan ‘disana-sini’? Kita tidak pernah dan tidak akan pernah menyalahkan warisan peradaban ini, namun kesalahan kita adalah jika mati dengan mewariskan peradaban seperti ini. Biar keadaan menuntun untuk tegar, menuntun untuk kepedulian dan kepekaan, menuntun untuk bergerak. Ilmu yang kita kantongi atas jerih ayah bunda telah beradu dengan akal yang menghasilkan kesadaran. Sang agen perubahan siap menjalankan misi peradaban mulia! Allah memang telah menjamin Islam akan tetap ada dimuka bumi ini, namun Allah tidak pernah menjamin bahwa Islam akan tetap ada di bumi Indonesia. Sebagai generasi Rabbani, bukankah ini tentu saja tantangan yang seharusnya lebih membakar semangat juang untuk bertempur dalam ‘keras’nya dunia?


Selembut embun pagi yang turun pada lembah rahmat, seperti itulah lembutnya kasih Sang Rabb yang masih bersedia memberikan kesempatan untuk sebuah perbaikan. Sedalam niat yang mengakar pertanda masih adanya iman dalam diri. Sejatinya tak ada kata lain yang sebanding dengan beribu nikmat yang Dia tawarkan selain kata ‘Alhamdulillah’. Mari bermimpi tentang hari depan yang dipenuhi dengan terwujudnya harapan. Tentang seorang presiden yang memahami Al-Qur’an dan ibu negara yang pandai berkisah tentang sejarah Nabi. Mimpi tentang pasar madani yang pembelinya memilih untuk tidak menawar dan yang penjualnya begitu jujur dan santun menentukan harga. Keduanya hanya berharap ridlo Tuhan Yang Maha Esa. Mimpi tentang suatu hari dimana parlemen dipenuhi negarawan yang merakyat, ketika dikumandangkan adzan semuanya tumpah ke masjid-masjid sembari berkata “Allah SWT telah membuka pintu pertemuan antara kita, mari kita bersegera!” Ini mimpiku, mimpimu dan mimpi kita semua. Semoga peradaban yang madani akan terwujud sebentar lagi lewat tangan-tangan dan jiwa kita semua yang tengah membara dengan semangat pemburu surga.
Kita mulai perubahan dari diri sendiri, dan selanjutnya mari menebar virus juang!

Salam juang para Agen Perubahan!!!

*Catatan ini banyak terinspirasi oleh 'sesi-sesi' diskusi dengan Kak Muhammad Edgar, seorang mahasiswa Al-Azhar Kairo, Mesir. Seorang penulis buku 'Untuk Kalian Yang Rindu Perubahan'. Banyak sekali mimpi-mimpi yang menuntut untuk diwujudkan, nyatanya tidak hanya satu dua yang memimpikan hal demikian. Ada banyak orang yang bermimpi untuk suatu perubahan, dan sepertinya memang akan lebih baik bila kita bergerak bersama-sama.

"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan suatu bangunan yang tersusun kokoh." (QS Ash Shaff : 4)

Tidak ada komentar