Takdir: Skenario dari Sang Maha Baik


Bismillah...

Ada sebuah kisah di dalam sirah Rasulullah yang dengan membacanya akan kita ketahui bahwa Allah tidak membutuhkan penolong, pelindung, dan pembela.

Dikisahkan, pada masa itu setelah Abu Thalib dan Khadijah meninggal, Rasulullah telah kehilangan orang-orang yang selama ini setia mendukungnya. Setelah keduanya meninggal, maka kaum Quraisy pun menjadi berani untuk menganiaya beliau.

Kemudian beliau berusaha mencari pembelaan dan perlindungan kepada kabilah di luar arab untuk menyampaikan dawah dan perlindungan dari kaum Quraisy. Beliau melakukan hal ini hanya karena agar perintah Allah yaitu berdawah menyampaikan ajaran Islam dapat tetap beliau jalankan. Namun karena takdir Allah pula, usaha beliau untuk mencari pembelaan dan perlindungan belum berhasil.

Satu tahun kemudian, datanglah enam orang suku Khazraj ke Mekkah. Rasulullah menanyakan kepada mereka, apakah mereka mau diajak berbicara tentang Islam. Mereka pun mengiyakan.
Suku Khazraj ini sebelumnya sudah pernah mendengar dari kaum Yahudi Madinah tentang Nabi yang diutus oleh Allah. Sehingga ketika Rasulullah hendak menyampaikan Islam, mereka sudah siap. Dan dengan izin Allah, akhirnya kaum Khazraj ini beriman kepada apa yang dibawa oleh Sang Rasul. Bahkan mereka akan mengkondisikan Madinah agar dapat digunakan sebagai basis dawah Rasulullah dan mempersiapkan masyarakat Madinah untuk menerima Islam.

MasyaAllah. Begitulah Allah. Dia yang Maha Segalanya. Dari kisah RasulNya tersebut membuat kita sadar, jika Allah telah berkendak maka segalanya akan menjadi mudah.

Sebenarnya dalam kehidupan ini kita sedang lari dari satu takdir Allah ke takdir Allah yang lainnya. Mengusahakan agar takdir sesuai dengan harapan. Namun ketika takdir berkata lain dari harapan kita, tidakkah hati kita berbisik kepada akal bahwa: jangan-jangan Allah sedang mempersiapkan takdir yang lebih baik. Seperti cerita Rasulullah di atas. Karena Allah sebaik baiknya sutradara kehidupan. Kita diciptakan oleh Allah. Kita hidup karena Allah hidupkan kita. Kita berjalan di atas hamparan bumiNya karena izin Allah.

Lantas, masihkah kita berani merutuki takdir yang kadangkala tidak sesuai dengan harapan kita? Tidak ingatkah kita akan nikmat Allah yang telah puluhan tahun tercurah kepada kita? Lupakah kita bahwa kita sampai sekarang masih diizinkan hidup dan tinggal di bumiNya, padahal setiap saat kita berbuat dosa dan melalaikan perintahNya.
Seberani itukah kita menilai takdirNya?
 
*Penulis adalah Imas Rifki Sahara, S.farm. Apt. merupakan alumni KAMMI Jember dari Fakultas Farmasi Universitas Jember. Ketika menjadi mahasiswa aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan kampus diantaranya: UKKI AS SYIFA FF, UKM KARISMA FF, BEM FF . Selain itu juga berkontribusi dalam gerakan UNEJ Prestatif (UP) Universitas Jember dan bermimpi terbentuknya BEM Universitas.  Selama aktif di KAMMI beliau adalah Sekretaris departemen Kebijakan Publik PK Universitas Jember periode 2012-2013.Saat ini telah menyelesaikan profesi apoteker di Universitas Padjajaran, Sumedang, Jawa Barat

Tidak ada komentar