Tenaga Kesehatan Dituntut Siap Hadapi MEA



Jember - Mayarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau istilah lainnya Asean Free Trade Area (AFTA) telah diberlakukan mulai tahun 2016 ini. Artinya akan ada pasar bebas antar negara ASEAN, termasuk Indonesia. Hal ini memunculkan tantangan serta peluang bagi semua elemen masyarakat. Mau tidak mau semua pihak dituntut untuk siap, tak terkecuali pada bidang kesehatan. Tenaga kesehatan dan elemen yang lain dituntut untuk mempunyai kompetensi yang tinggi untuk dapat bersaing dengan kompetitor.

"MEA memang menjadi suatu tantangan besar bagi kami di Kemenkes. Ada 4 poin yang sudah kami garis bawahi terkait MEA," ujar Nila Moeloek (Mentri Kesehatan RI). Poin pertama adalah masalah konsultasi bidang kesehatan antar negara ASEAN, ke dua terkait pengobatan WNA ASEAN di Indonesia atau sebaliknya, ke tiga pembuatan sarana tambahan di bidang kesehatan dan ke empat pertukaran tenaga medis [1]. Empat poin tersebut menjadi tugas besar bagi semua tenaga medis. Karena sebelum dilaksanakannya MEA, peraturan perundang undangan yang terdapat di beberapa tenaga medis masih belum dapat terlaksana dengan baik. Antar tenaga kesehatan masih belum bisa berkolaborasi, sehingga ada ketidaksesuian antara profesi dengan pekerjaan. Salah satu langkah strategis untuk bisa meningkatkan kualitas pendidikan kesehatan adalah pelaksanaan IPE (Interprofessional Education). Disini tenaga kesehatan akan terbiasa melakukan kolaborasi pada tatanan pelayanan kesehatan sedini mungkin. Sehingga, kesinambungan antar tenaga kesehakan akan dapat dikontrol dan kembali pada perundang undangan serta standarisasi profesi tenaga kesehatan tersebut.

Dengan adanya MEA ini, kita ditantang untuk bisa menjadi tenaga medis yang baik dan benar, baik secara internal maupun eksternal. Memperkuat imunitas diri, meningkatkan kualitas dengan profesi masing-masing, kualitas ruhiyah serta memunculkan karakter diri yang bersih. Hal tersebut akan lebih bisa dijadikan sebagai senjata untuk bersaing dengan tenaga kesehatan lain, baik dari dalam negri ataupun luar negri.Sebenarnya dalam hal ini kita tidak perlu takut atau khawatir denganada atau tidak adanya pelaksanaan MEA di Indonesia. Tetapi sebagai tenaga kesehatan, kitamemang dituntut untuk selalu fokus dan profesional pada profesi masing-masing, dengan adanya berbagai macam kebijakan negara. Sehingga kita akan selalu siap dengan berbagai macam kondisi kesehatan Indonesia. (ANK/PD/01/16)

[1] Rangga Hargo Baskoro,” MEA, Tantangan Besar bagi Kementerian Kesehatan” Majalah Kartini, 5 Januari 2016, hlm. 1

* Penulis adalah IKA YANUAR ISPARNANING S. Farm , merupakan kader KAMMI Jember asal PK SAHABAT UNEJ, Semi Finalis Nature and Educational Science JATIM, Penerima HOKI LKTI UNEJ 2014 dan Lolos PKMP 2014-2015 (Uji In Vivo Sediaan Gel Kb (Ekstrak Kembang Bulan) dari Tanaman Tithonia Diversifolia pada KelinciSebagai Gel Efektif Antiscabies). Selama menjadi mahasiswa aktif di berbagai organisasi kampus diantaranya; UKKI ASY SYIFA Fakultas Farmasi Unej, BEM Farmasi Unej dan juga FSUKI Unej.

Tidak ada komentar