Urgensi Label Halal MUI dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)



Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kesepakatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan daya saing Negara ASEAN dan untuk menyaingi China dan India dalam menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga Negara ASEAN. Selanjutnya KTT yang berlangsung di Bali pada Oktober 2003, para petinggi ASEAN mendeklarasikan bahwa pembentukan MEA pada tahun 2015. Kemudian baru akan berlaku pada tanggal 1 Januari 2016, yang sekarang hanya tinggal menghitung hari.

Pada tanggal 1 Januari 2016, kesepakatan MEA akan mulai dijalankan. Mulai tanggal itu perdagangan antar negara ASEAN tidak ada lagi batasan, antara negara satu dengan yang lain bisa memasukkan barang tanpa ada bea cukai. Hal tersebut bisa menjadi peluang dan juga bisa menjadi tantangan bagi Indonesia. Menjadi peluang ketika Indonesia mampu memanfaatkan kesempatan tersebut untuk merambah pasar ASEAN dan tantangan ketika Indonesia belum mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN atau dengan kata lain Indonesia berdiam diri dan menerima untuk menjadi konsumen.

Indonesia sebagai negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, dengan berlakunya MEA memiliki tantangan dan keunikan tersendiri. Masyarakat Indonesia dituntut untuk teliti dan jeli terhadap setiap produk yang masuk ke Indonesia. Kejelian tersebut dalam melihat dan memperhatikan mana produk yang halal dan mana yang tidak. Untuk mempermudah hal tersebut, keberadaan label halal sangat diperlukan. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah cukup lama menginisiasi mengeluarkan fatwa dan label halal pada produk tertentu. Dalam mengeluarkan fatwa, MUI menggandeng para peneliti di perguruan tinggi dan juga para ulama. Hal tersebut dilakukan untuk memvalidkan fatwa yang dikeluarkan.

Label atau pernyataan kehalalan suatu produk saat ini menjadi sangat masif, baik di negara yang mayoritas berpenduduk Muslim ataupun tidak, seperti yang sudah mulai diterapkan di Malaysia dan Singapura. Malaysia dan Singapura mendeklarasikan sebagai negara yang menjunjung tinggi produk halal. Penerapan produk halal tersebut tidak bisa dilepaskan dari penelitian dan keyakinan bahwa sesuatu yang halal adalah baik, baik bagi kesehatan ataupun kelangsungan hidup manusia. Dalam penerapan label halal, MUI menjadi pusat rujukan bagi negara-negara dunia walaupun pada prakteknya Indonesia baru mengesahkan Undang-undang Jaminan Produk Halal pada tahun 2014.
Undang-undang nomor 33 tahun 2014 berisi tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). UU JPH menjadi dasar bahwa Pemerintah Indonesia memberikan  pelindungan  dan  jaminan tentang  kehalalan  produk yang beredar di masyarakat. Di lihat dari segi ekonomi dan hubungan internasional, UU JPH dapat berperan sebagai barrier terhadap produk luar negeri yang akan masuk ke Indonesia. Dalam artian, semua produk luar negeri tidak dapat masuk ke Indonesia sebelum mendapatkan sertifikat halal dari pemerintah dalam hal ini bekerjasama dengan MUI. Selain itu UU JPH juga memberikan ketenangan bagi masyarakat dalam menggunakan suatu produk.

Sesuai dengan UU JPH, terwujudnya produk halal menjadi kewajiban, baik bagi Pemerintah maupun masyarakat Indonesia untuk memperoleh sertifikasi dan label halal dari MUI. Hal tersebut baik dilakukan oleh pengusaha menengah ke atas ataupun menengah ke bawah. Fakultas Hukum Universitas Jember yang bekerjasama dengan MUI menyatakan siap mengarahkan, membantu dan mendampingi masyarakat yang berkeingingan untuk mendapatkan sertifikasi dan label halal dari MUI. Hal tersebut disampaikan oleh Nurul Ghufron selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (FH Unej) pada acara Seminar dan Lokakarya yang berlangsung pada tanggal 18 Desember 2015 bertempat di Auditorium FH Unej. Acara tersebut dihadiri langsung oleh ketua MUI, Ma’ruf Amin dan dimeriahkan dengan perwakilan dari World Halal Council; Asrorun Ni’am, Directur Halal Watch Indonesia; Ikhsan Abdullah, Dekan FE Unej; Moch. Fathorrozy, dan dosen Fakultas Farmasi Unej; Bambang Kuswandi. (AMB/20/12/15)

Tidak ada komentar