Vonis Ahok Masih Menuai Kritik
Oleh: Indramayu, S.H
(Sekjend Departemen Kebijakan Publik PD KAMMI Jember)
https://arezk.wordpress.com |
Secara teori, hakim dapat memutus suatu
perkara berdasarkan tuntutan JPU, akan tetapi hakim juga harus mempertimbangkan
aspek keadilan, kemanfaaan, dan kemaslahatan rakyat Indonesia, sehingga putusan
Ultra Petita dianggap tepat untuk diambil sebagai putusan yang adil. Tidak
berhenti sampai disitu, Tim Kuasa Hukum Ahok akan menempuh upaya banding ke
Pengadilan Tinggi (PT). Terdapat beberapa kemungkinan putusan yang akan
dikeluarkan oleh Hakim Pengadilan Tinggi. Hakim PT bisa saja menerima
permohonan pemohon, dalam arti mengurangi hukumannya, bahkan dapat dinyatakan tidak
bersalah. Kemungkinan berikutnya adalah putusan Hakim PT tidak berbeda dengan putusan
dari PN JU, atau kemungkinan ketiga bahwa Hakim PT dapat menambah hukuman
menjadi lebih berat dari putusan PN JU. Tentu ini masih menjadi tanda tanya.
Kritik juga masih terus dilayangkan untuk penjarakan Ahok. Pasalnya meski Putusan
Ultra Petita sudah dibacakan, namun vonis tersebut dinilai masih lebih ringan
dibandingkan kasus serupa yang telah terjadi di Indonesia.
Kasus Ahok cukup menyita perhatian. Kata-katanya
yang dinilai telah menista agama dan mengundang aksi masa yang cukup besar
rupanya hanya divonis dengan hukuman dua tahun penjara. Hakim memang berhak
memutuskan berapa tahun hukuman dijatuhkan berdasarkan Pasal 156 dengan hukuman
maksimal empat tahun dan pasal 156a dengan masa hukuman maksimal lima
tahun. Sebagaimana kasus serupa yang
pernah terjadi di Indonesia:
1. Arswendo Atmowiloto divonis 4 tahun 5 bulan penjara atas kasusnya yang melakukan survey tokoh yang kemudian mengundang aksi masa. Dalam surveynya Arswendo meletakkan Nabi Muhammad pada posisi 11 sementara Soeharto ditempatkan pada posisi 1.
2. Enam anggota Gafatar Aceh dijatuhi hukuman 3 tahun dan 4 tahun penjara karena menista salah satu agama di Indonesia.
3. Musaddeq mengaku sebagai nabi, Andre Cahya sebagai Presiden Negeri Karunia Semesta Alam dan Mafhul Muis Tumanurung selaku wakil Presiden. Ketiganya dijerat dengan pasal penistaan agama 156 KUHP , Pasal 110 tentang pemufakatan untuk makar, dan pasal 64 tentang perbuatan berlanjut. Musaddeq divonis pidana penjara 5 tahun, Andre Cahya 4 tahun penjara, dan Mafhul Muis Tumanurung 5 tahun penjara.
1. Arswendo Atmowiloto divonis 4 tahun 5 bulan penjara atas kasusnya yang melakukan survey tokoh yang kemudian mengundang aksi masa. Dalam surveynya Arswendo meletakkan Nabi Muhammad pada posisi 11 sementara Soeharto ditempatkan pada posisi 1.
2. Enam anggota Gafatar Aceh dijatuhi hukuman 3 tahun dan 4 tahun penjara karena menista salah satu agama di Indonesia.
3. Musaddeq mengaku sebagai nabi, Andre Cahya sebagai Presiden Negeri Karunia Semesta Alam dan Mafhul Muis Tumanurung selaku wakil Presiden. Ketiganya dijerat dengan pasal penistaan agama 156 KUHP , Pasal 110 tentang pemufakatan untuk makar, dan pasal 64 tentang perbuatan berlanjut. Musaddeq divonis pidana penjara 5 tahun, Andre Cahya 4 tahun penjara, dan Mafhul Muis Tumanurung 5 tahun penjara.
Delihat dari aspek historis kasus serupa
dengan sanksi hukuman lebih dari dua tahun penjara tersebut, maka Ahok termasuk
terdakwa dengan vonis paling ringan, apalagi masih ada serangkaian jalur hukum
yang bisa ditempuh sehingga bisa saja membuat hukuman pada terdakwa akan
berkurang atau bahkan terdakwa dapat dibebaskan dari semua tuntutan. Oleh
karena itu para penegak hukum harus bersikap tegas dan menegakkan keadilan
seadil-adilnya.
Tidak ada komentar